Sebagian Ulama Tasawuf berkata, Semua Makhluk/hamba itu akan menerima dan
menggunakan rezekinya. Namun kemudian hati mereka akan menjadi berbeda-beda
dalam menyaksikan datangnya rezeki, akan berbeda-beda respon mereka ketika
rezeki itu ia terima. Paling tidak bisa dikategorikan dalam 4 bentuk penyaksian,
1. Ada orang yang hatinya menyaksikan menerima dan
menggunakan rejeki dengan Kehinaan.
2. Ada orang yang hatinya menyaksikan menerima dan
menggunakan rejeki dengan bersusah payah.
3. Ada orang yang hatinya menyaksikan menerima dan
menggunakan rejeki dengan Menunggu
4. Ada orang yang hatinya menyaksikan menerima dan
menggunakan rejeki tanpa kehinaan, bersusah payah, dan menunggu.
Bentuk pertama, adalah orang yang suka meminta-minta (Su’aall).
Dikatakan hina karena hatinya hanya menyaksikan tangan manusia yang akan
memberikan rejeki kepadanya. Hadist Nabi yang mengatakan “Tangan yang diatas
adalah lebih mulya daripada tangan yang dibawah”. Maksudnya adalah orang yang
memberi rejeki (atas) jauh lebih mulya dibandingkan dengan orang yang
meminta-minta. Tangan yang diatas mulya karena memberikan manfaat sedangkan
tangan yang dibawah hina karena menyedot manfaat. Bahkan lebih hina lagi jika
rela melakukan apa saja asal diberi, dia rela merendahkan dirinya, bahkan
menyembah orang yang memberi asal dia diberikan rejeki. Bisa dkatakan juga tangan
diatas adalah produsen sedangkan tangan dibawah adalah konsumen. Maka mulai
dari sekarang jadilah kita orang yang membuat/memproduksi bukan melestarikan
budaya konsumtif. Karena komsumtif sebenarnya adalah hina.
Bentuk kedua, adalah orang yang merasa bekerja dan selalu berharap
datangnya rejeki (Shonna’). Dikatakan susah payah karena dalam bekerja
ia sangat berharap datangnya rejeki yang merupakan hasil keringat dari
pekerjaan tersebut. Dalam kasus ini hatinya merasa ketekoran karena setiap
pekerjaan yang dilakukan secara bersusah payah sering mendapatkanhasil yang
tidak sesuai dengan yang diharpakan.
Bentuk ketiga, adalah pedagang (tujjaar). Dikatakan menunggu
karena pedagang selalu menunggu berharap lakunya barang dagangannya, ia merasa
memiliki harta dagangan dan menunggu orang membelinya dan memperleh rejeki. Menunggu
orang membeli itu membuatnya tersiksa. Bukankah banyak yang bilang pekerjaan
yang menyiksa hati adalah menunggu.
Bentuk keempat, adalah para ahli tasawuf (Suffiyat). Dikatakan
orang sufi itu tidak bersusah payah, tidak menunggu, tidak hina karena orang
tasawuf itu bekerja bukan dengan tujuan mencari rejeki. Melainkan hatinya beriktikad ia bekerja karena Allah
telah memberikan amanat berupa keahlian dan kemampuan untuk bekerja, diamanati
materi untuk berdagang dengan niat hanya menjaga barang dagangan dan dia tidak
tahu siapa yang membutuhkan dagangannya nanti. Ini tidak berarti orang tasawuf
itu tidak bekerja, ia tetap bekerja namun hantinya ditata dengan baik, hatinya
tidak pernah terikat dengan profesi pekerjaan tersebut. Hatinya tidak pernah
menyaksikan rejeki itu melainkan Zat yang membuat dan Zat Pemberi rejeki yaitu
Allah Taala.
Wa Allahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar