Secara psikologis orang cenderung mempertahankan sesuatu yang disayangi agar tidak lepas ke tangan orang lain, sedikit sekali orang yang rela barang yang dimiliki diambil orang lain tanpa seizinnya, ini sesuatu yang wajar.
Orang yang kemalingan atau kehilangan barang miliknya yang dicuri itu lantas mencaci, menyumpah, bahkan mendoakan keburukan untuk malingnya. Tapi tahukah kita ini bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Kenapa demikian?, keburukan yang disalurkan ke orang lain bisa jadi sedikit banyak akan berdampak kepada diri kita juga. Bukankah jika seorang menyuruh anaknya melakukan maksiat, maka sang ayah akan menanggung dosa yang si anak pula?. Bukankah jika seorang guru yang membiarkan anak didiknya melakukan pelanggaran ia akan terkena sanksi juga?.
Orang yang kemalingan atau kehilangan barang miliknya yang dicuri itu lantas mencaci, menyumpah, bahkan mendoakan keburukan untuk malingnya. Tapi tahukah kita ini bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Kenapa demikian?, keburukan yang disalurkan ke orang lain bisa jadi sedikit banyak akan berdampak kepada diri kita juga. Bukankah jika seorang menyuruh anaknya melakukan maksiat, maka sang ayah akan menanggung dosa yang si anak pula?. Bukankah jika seorang guru yang membiarkan anak didiknya melakukan pelanggaran ia akan terkena sanksi juga?.
Begitu juga kita yang waktu kemalingan. Apabila yang kita lakukan adalah menyumpah maling tersebut dengan doa yang menyesatkan, memonjokkan dan doa yang buruk maka jika selamanya si maling setelah mencuri barang kita terus melakukan keburukan, terus dan terus. Maka bisa jadi keburukan yang beruntut itu adalah sebab doa kita yang sedang terzhalimi, dan kita akan berdosa pula.
Ketika kita kemalingan kita pada posisi yang dizhalimi, dan doa orang yang dizhalimi menurut sebagian pakar sangatlah manjur (Mustajabah). Nah, kenapa tidak kita gunakan moment terzhalimi itu dengan kekuatan manjurnya doa itu kita manfaatkan untuk menebar kebaikan. Kita ikhlas dan mendoakan kebaikan pula kepada si maling?, karena jika doa kita dikabulkan oleh Allah, lantas setelah ia mencuri barang kita lalu memakan, menggunakan barang itu ia akan bertobat, berhenti maling dan selanjutnya melakukan kebaikan, bukan tidak mungkin kita akan memperoleh seidikit banyak kebaikan lantaran doa kita yang manjur dalam posisi sedang terzhalimi. Paling tidak, jika si maling tetap tidak bertobat kita sudah termasuk orang-orang menebar kebaikan pada semua orang, kita termasuk orang-orang yang sabar dalam menerima cobaan yang satu tingkat lebih tinggi dari sabar dalam ketaatan kepada Allah SWT dan satu tingkat dibawah kesabaran meninggalkan kemaksiatan. Ini sangat-sangat sulit, tapi apa salahnya kita coba.
Karena hakekatnya manusia diciptakan dan lahir di muka bumi ini tanpa membawa apa-apa, yang kita rasakan, gunakan dan kita manfaatkan ini semuanya hanya hak pakai, bukan hak milik. Manusia sebenarnya adalah makhluk yang Muftaqiran (faqir dan butuh bantuan Allah, apapun itu), sedangkan Allah adalah Zat Yang Mughtaniyan (Dia Maha kaya dan tidak butuh bantuan kepada siapapun).
Inilah salah satu perilaku terpuji yang diajarkan oleh Islam dalam menyikapi sebuah kondisi—yang sebenarnya memang tidak mengenakkan—tapi dalam ketidakenakan itu mudah saja bagi Allah menyisipkan didalamnya banyak hikmah kebaikan, dan mudah saja Allah menyelipkan banyak keburukan dalam sebuah nikmat. Apapun bentuk nikmat atau musibah yang kita terima, tapi yang terpenting adalah sikap kita menyikapinya. Karena semua musibah atau nikmat itu sama saja, semuanya sama-sama mempunyai potensi untuk kita arahkan kepada kebaikan. Semoga Allah memberikan kita kekuatan sehingga kita mampu lakukan itu, Amin.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar