Tulisan ini hanya sharing aja, tak ada tendensius apa-apa mengapa hanya perihal aurat wanita saja yang dibahas, hal ini disebabkan sungguh besar fitnah seorang wanita dimuka bumi ini. Mereka memang diciptakan sebagai mahluk yang indah dan perlu aturan yang jelas untuk memelihara keindahan tersebut.
Aurat seorang wanita yang tertera dalam konsep syariah adalah sekujur badan bila dinisbatkan pada laki-laki lain (ajanib) dan anggota badan yang berada diantara pusar dan lutut (tapi saya kira jarang wanita muslimah lakukan ini) bila dinisbatkan pada mahromnya, namun begitu banyak wanita muslimat yang dalam satrul aurat (menutup aurat) tidak sesuai dengan konsep yang ada, semisal seorang wanita yang sedangkan mengadakan resepsi pernikahannya ada sedikit aurat yang tidak tertutup, padahal dalam resepsi pernikahan tersebut dihadiri oleh banyak lelaki lain (ajanib). Dan perlu untuk diformulasikan adalah banyak berita yang sudah tidak asing yang menyatakan banyaknya kasus perkosaan yang dilakukan oleh oknum mahrom (mahrom durhaka,,,^_^) seperti ayah, adik, kakek dan lain sebagainya, ironisnya mereka adalah sedarah daging dengan korban.
***
Melihat deskripsi singkat diatas walau hanya bersifat kasuistik ada beberapa hal yang terasa isykal (bertanya-tanya) dan perlu ditinjau ulang.
- Bagaimana hukum seorang wanita tidak menutup aurat (selain wajah dan dua telapak tangan) seperti leher dan lain-lain dalan resepsi pernikahan?
- Apa tendensi ulama membuat konklusi hukum bahwa aurat wanita disamping Ajanib (laki-laki bukan mahrom) adalah seluruh tubuh dan disamping mahrom adalah antara pusar dan lutut?
- Walau bersifat kasuistik apa masih relevan aurat wanita muslimah versi syariat didepan mahromnya? Apalagi kalau kita kaitkan dengan kasus-kasus kriminal keluarga.
- Untuk menjawab tiga pertanyaan diatas ada beberapa sumber yang berhasil dinukil dan dirasa mempunyai sandaran hukum yang bisa dipertanggungjawabkan.
Jawaban No. 1
Hukumnya Haram
Referensi
- (Is’adurrofiq Juz II hal. 66) : “ Haram bagi wanita membuka sesuatu dari sebagian tubuhnya karena hadirnya seorang laki-laki yang haram melihatnya (ajanib), begitu juga haram hukumnya bagi laki-laki dan perempuan membuka bagian tubuh antara pusar dan lutut karena hadirnya seseorang yang haram baginya untuk melihat meskipun di tempat yang sudah waqi (umum), sama juga kehadiran mereka sama-sama membuka aurat, ada wanita lain disamping wanita tersebut, ada lelaki lain disamping lelaki tersebut, walaupun mahrom mereka juga hadir. Hal tersebut (dihukumi haram) jika hadirnya itu tidak disertai dengan halil atau halilah (suami bagi perempuan atau isteri bagi laki-laki), jika suami atau isteri mereka ada maka hukumnya tidaklah haram.”
- (Mausu’atul Fiqhiyah Juz III hal. 44) : “ Sebagian dari aurat wanita yang dinisbatkan kepada laki-laki ajnabi, jumhurul fuqaha berpendapat bahwa sesungguhnya seluruh tubuh wanita itu aurat (wajib ditutup) jika dinisbatkan dengan laki-laki ajnabi kecuali wajah dan telapak tangan, karena sesungguh wanita itu juga butuh akan berinteraksi dan bersosialisasi (mu’malat) dengan laki-laki namun keterbukaan wajah dan telapak tangan dibatasi dan disesuaikan dengan amannya wanita tersebut dari fitnah. Ulama berbeda pendapat tentang batasan yang dikecualikan (qadri al mutstasna) yang perlu dijaga tadi. Ibnu Mas’ud berpendapat zahirnya zina (mata) adalah pakaian, Ibnu Jubair menambahkan dengan wajah. Sedangkan Sa’id bin Jubair, Atha’, Auzai’ adalah wajah, telapak tangan dan pakaian. Ibnu Abbas, Qotadata, Masur bin Makhromah berpendapat zahirnya zina adalah celak mata, gelang tangan, meninggikan bagian bawah pakaian sampai separuh hasta/lengan, dan anting-anting”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar