Hidup itu sulit namun indah, sebuah inkonsistensi ungkapan namun itulah faktanya. Manusia dilengkapi dengan seperangkat asesoris yang terbilang lengkap dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya, ia diberikan akal, nafsu, naluri-naluri dan keinginan-keinginan. Kita bisa bayangkan seandainya malaikat juga diberikan nafsu maka bukan tidak mungkin kita akan saling bunuh-membunuh dengan para malaikat karena memperebutkan wanita, kita akan saling sikut-menyikut, saling tendang-menendang dalam masalah materi. Bisa terbayangkan jika para iblis, jin dan setan diberikan naluri seperti manusia, ia membutuhkan makan nasi layaknya manusia, membutuhkan rezeki untuk menafkahi keluarganya, maka tidak heran setan juga akan menyusun curicullume vitae, surat lamaran, dan perangkat lamaran kerja lainnya kemudian mengirimnya via email, PO. BOX, atau bahkan berjalan kesana kemari sambil menenteng map yang berisi dokumen lamaran kerja. Atau jika setan, iblis, hantu dan beberapa dedengkotnya tahu rasanya jatuh cinta, maka setan juga akan bersedih dan menangis tatkala pacarnya sesama setan selingkuh lalu mereka putus, oh...gk kebayang lucunya…!!!
Tapi tidak demikian kejadiannya manusia diciptakan, berbeda dengan yang dimiliki setan dan balatentaranya. Manusia lebih indah bentuk , fungsi dan model perilakunya dibandingkan makhluk lain, mata, kuping, telinga dan semua organ tubuh manusia lebih bagus ketimbang kupung makhluk lainnya. Pada kondisi-kondisi tertentu perilaku manusia juga lebih mulya dihargai oleh Allah ketimbang perilaku makhluk lainnya termasuk malaikat sekalipun. Namun dalam situasi yang lain tidak jarang juga perilaku manusia ternyata jauh tidak lebih baik dari makhluk paling rendah sekalipun bahkan melebihi darinya.
Demikianlah sulitnya menjadi manusia yang baik dibalik mudahnya. Perangkat yang melengkapi jiwa dan raga manusia sangat memungkinkan manusia melakukan semua jenis perilaku. Perilaku baik maupun jelek. Hanya saja yang membedakan berhasil tidaknya manusia mengkondisikan setiap kondisi dan moment tergantung bagaimana ia menyiasatinya. Kadar kemampuan intelektual, kestabilan emosi dan kekuatan iman sangat berpengaruh dalam menyusun siasat dalam menghadapai berbagai masalah baik susah maupun senang. Sehingga sampailah ia pada kondisi perasaan indah dalam kesulitan, perasaan susah dalam kebahagiaan dan keindahan.
Adalah sebuah pilihan yang indah dalam kesulitan dan susah, sulit dalam kebahagiaan dan keindahan. Dikatakan pilihan yang indah jika kesusahan tersebut dihiasi dengan perasaan syukur kepada sang pemberi senang dan indah seraya mengucapkan hamdalah lalu diikuti dengan perilaku syukur jika senang dan indah yang mengampiri dirinya. Perlu diketahui bahwa menjadi jiwa yang syukur bukanlah hal yang sangat mudah. Syukur adalah sebuah upaya akan rezeki yang ia terima sang pemberi rezki berupa menggunakan, mentasyarufkan, memanfaatkan nikmat tersebut sesuai dengan kemauan, kehendak yang diinginkan sang pemberi rezeki. Sebagai contoh seorang yang dianugerahi oleh Allah banyak harta (indah) dituntut untuk bersyukur dengan memberikan sebagian kecil/banyak atau seluruhnya dari rezekinya kepada orang-orang yang berhak menerimanya seperti fakir miskin, anak yatim dan orang-orang terlantar lainnya sesuai perintah Allah SWT. Pekerjaan syukur bukanlah pekerjaan yang mudah, dia butuh kerja keras terutama merelakan hatinya untuk mengikhlaskan harta itu diberikan kepada orang yang berhak menerimnya, butuh kualitas diri yang siap dan mau berkorban kapan saja (sulit) karena syukur yang sebenarnya adalah sebuah kerugian secara zahiriyah namun sebuah upaya meraih keuntungan dari sisi bathiniyah. Inilah maksud dari hidup ini indah namun susah.
Tidak kalah dikatakan pilihan yang indah—bahkan inilah yang paling indah dari yang terindah—juga jika ketika dalam menghadapi kesusahan tetap merasa indah (hidup ini susah namun indah). Tentunya, syukur dalam kasus ini agak berbeda dengan syukur dalam menghadapi keindahan. Syukur dalam menghadapi kesusahan ternyata lebih rumit dan susah namun lebih berkualitas. Hal ini disebabkan syukur dalam kesusahan lebih cenderung pada perilaku yang abstrak, posisi hati yang sulit diawasi manusia disekitar dan hanya dia sendiri yang bisa merasakan dan melakukannya. Melestarikan rasa syukur ketika menghadapi kesulitan hidup dan tetap merasa cukup dengan merasa dirinya selalu di dalam pengawasan dan pantauan Allah—jiwa dan raga hanya Allah yang tahu terbaik baginya—adalah sebuah keindahan dalam artian sebenarnya hanya Allah; Zat yang mempunyai hak mutlak menentukan baik tidaknya makhluk-Nya, Zat yang paling berhak memberikan rezeki ataupun tidak memberikan rezeki. Ketika perasaan ini sudah tertanam dan tumbuh subur dalam jiwa pribadi-pribadi yang kesusahan baik fisik maupun psikis bisa dijamin mereka akan selalu merasa indah dalam kesusahan.
Bersyukurlah bagi manusia-manusia yang telah diberikan kelengkapan kebahagiaan oleh Allah, punya fisik sehat; tidak cacat, punya materi cukup (walaupu tidak kaya); tidak fakir dan miskin, dan yang terpenting tetap tertancap iman didalam hatinya; tidak mengkafirkan dan menyekutukan Allah, Zat yang paling pantas disembah.
Bergembiralah jiwa-jiwa yang mampu bersyukur dikala memperoleh kelebihan rezeki dan tetap bersykur tatkala ditempa kesusahan, Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar